Tentang Perjalanan

Aku berjalan merempuhi gelap 
Mengharungi sunyi malam keqidaman
Mengikrarkan suatu keEsaan
Alam sunyi senyap.

Aku berjalan melangkau sempadan
Menuju medantarung dunia
Cahaya bingit memecah suasana
Alam penuh rontaan.

Aku berjalan bertatih perlahan
Merebut seulas kasih sayang
Cahaya pagi gilang cemerlang
Seri tiada kilan.

Aku berjalan menghambat dunia
Tegarbugar hidup remaja
Menyelami selautan jutawarna
Tawa tiada duka.

Aku berjalan tegap perkasa
Menggarap erti hidup dewasa
Meneguk asamgaram penuh rona
Alam penuh pancaroba.

Kini aku berjalan mulai gagap
Remang senja makin melebar
Binarmata pun makin memudar -
Aku masih enggan lenyap!

Tentang Ufuk Jingga

Pada wajah ufuk jingga itu aku pahatkan 
Suatu doa kudus yang sarat dengan harapan
Aka ikrarkan padaMu wahai Rabbul Jalal
Betapa rasa syukur ini membuak tebal
Telah Kau kurniakan semua kesenangan ini
Yang selama ini aku terima tanpa banyak rasa peduli
Menginsafi - terpacullah kalimah alhamdulillah
Membisikkan rafak sembah dalam nafas lelah -
Kalau mungkin ini kali penghabisan akhir
Pada rona mataku ufuk jingga ini terzahir
Kau ambillah nyawa ini dengan tulus cermat
Aku pasrah mangkat mengharap rahmat.

Tentang Rerautan Wajahmu

Pada rerautan wajahmu itu
Terukir seribu penderitaan
Seumur dirundung pencelaan
Suatu penyeksaan yang jitu

Setiap garis terpahat kemas
Mencatat setiap penghinaan
“Apakah aku yang kekurangan?” -
ratib sang jiwa yang lemas

Sedu sedan kau redamkan
Berbuku dalam cembul sunyi
Tersekam nyalaan mahangeri
“Aku bukan milikmu lagi.”

Tentang Sandaran

Rebahkan dirimu di bahuku, sayang  
Biar aku lebarkan
Sehampar kerendangan
Menjadi teduhan jiwa yang termalang.

Usah dikenang-kenang yang telah lalu
Akan aku sekakan
Demi satu untaian
Derai genang tangis yang jatuh meluru.

Sandarkanlah hidup dan harapmu, sayang
Segala kegalauan
Akan aku usirkan
Agar mekar hidupmu tiada berbayang.

Tentang Jalur Gemilang

Jalur merah putih itu,
Berselang seli menyulam darah dan keringat,
Memaksa sebangsa agar tekun mengingat
Pengorbanan dulu.

Medan biru melaut,
Kanton megah yang terhampar aman,
Lambang hikmah sebuah kebangsaan,
Padamu kami berpaut.

Sabit dan bintang,
Kuning payungan gemilang daulat,
Setianya kami teguh tiada bersyarat,
Selamanya dijulang.

Tentang Kematian (atau, Sebuah Kehidupan Bangsawan)

Ya Tuhan,
Sungguh sungguh aku takut akan Mati
Aku takut bila jantungku t’lah terhenti
Dan jarum masa enggan berputar lagi

Tuhanku,
Aku tak sanggup menerima hakikat
Bahawa Kehidupan ini seolah sesaat
Dan aku sebenarnya t’lah lama tersasarsesat

Ya Tuhan,
Berikan aku masa lagi untuk berghairah
Masa untuk aku berbesarmegah
Bermandi dalam syurga duniawi mewah

Tuhanku,
Sungguh sungguh hidupku berdagangbeli
Kuasa, perempuan, hidup berpuji -
Berapa harga redhaMu, Ilahi?

Tentang Pengakhiran

Dihujung hayat aku terlantar
Minda terjerat dibawah sedar
Sepuluh jari terketarsusun
Merontajerit memohon ampun

Wahai Tuhanku! Aku bermohon
Berilah aku sedikit masa!
Nyawaku ini jangan Kau runtun
Hamba Mu masih belum bersedia

Belum masanya mandi gaharu
Barkapur barus - tunggu dahulu!
Belum masanya berhijab kafan
Berkuburtalqin, kumohon: Jangan!

Berikan aku sedikit masa
Jiwaku masih berlumur dosa
Berikan aku ruang bertaubat
Sebelum jasad beku termayat

Belum masanya Ya Rabbul Jalal
Jangan biarkan aku tersial!

Tentang Keputusan (atau, Luahan Hati di Gigi Sungai Cam)

Sampai di sini, kau dan aku
Empat tahun tersisa lesu
Kandas di jalan yang bergergaji
Ikatan jiwa terputus sepi

Bertalu talu hujan tuduhan
Kau dakwa aku berselingkuhan
Warkah yang datang berhukumhakam
Sanak saudara merejamtajam

Seminggu aku merenungredam
Seluruh jasad terpakudiam
Hanya mushaf menjadi teman
Menadah tangis jiwa yang rawan

Allah yang lebih mengetahui
Gema tempik rontaan hati
Gelungan janji terurai lepas
Tinggal aku remuk terhempas

Tentang Hidup Bermaruah (Pulang Mengharap Damai)

Aku mau hidup yang bermaruah
Bukannya takut hidup susah
Cuma mau bisa berdiri tegap 
Aku tak mau merasa malu atau gagap 
Bila umur mula menjangkau senja 
Dan nyawa mamai dimamah usia

Aku tak mau merasa ini semua sia-sia 
Dan aku tak mau pula berselindung dusta 
Tak mau bertongkat pada kisah olokan 
Yang membungkam indera dan perasaan 

Aku tak perlu tangis kasihan 
Apatah lagi bengis hukuman 
Tak perlu engkau menghitung budi 
Cukuplah aku menghukum diri 

Aku mau merasakan segalanya
Sedih gembira perit bahagia 
Juga rasa malu dan bangga 
Segala nikmat serta sengsara 
Semuanya terkandung dalam Aku
Insan yang bergantung penuh pada-Mu

Aku mau mati yang bermaruah 
Ertinya tiada takut menyerah 
Setiap jiwa pasti merasa
Masa yang tentu pastinya tiba 

Bila umur genap selesai
Aku pulang mengharap damai.