Tentang Keinsafan di Pinggir Lobi Hotel

Sambil menghirup kopi termahal 
Di lobi hotel terpaling elit
Merenung susur hayat berbelit
Ternyata rezki tiada terbatal

Walau payah sering membakar
Namun kini setimpal semua
Sungguhpun usia tetap menduga
Tatap teguh mengakar sabar.

Tentang Pelarian

Aku mau lari
Lari dari diri sendiri
Dari tebing jiwa yang bergerigi
Yang memanggilrayu jiwa yang sepi -
Sendiri, sendiri memperingati
Bahwa malam ini mendesak
Walau jiwa terbenam sesak -
Aku harus tenang disini
Bertafakur menunggu pagi.

Tentang Akad Berahi

Kau semak wajah mulus itu
Buat kesekian kalinya
Pada dinding cermin
Yang membingkaikan gemilang parasmu
Yang melontarkan gema ranum 
Ke setiap sudut kamar gelap itu. 

Dan gemilang wajah itulah
Yang kau umpankan
Pada setiap mata liar
Yang khusyuk menjilatjalar
Pada setiap sudut wajah itu
Pada setiap inci sosok itu
Panas darah mengomboh debar
Hangat syahwat meruntuh sabar

Dan lewat malam nanti
Kau semak wajah mulus itu lagi
Merah gincu tercalit mereng
Rambut kusut terbingkai asing
Sudut kamar menjadi saksi
Gelap lazat akad berahi. 

Tentang Pencarian di Sebalik Baris-Baris Excel

Aku mencarimu, Tuhanku
Di antara baris-baris aksara ini
Yang menggumpalkan merah hitam nikmatMu
Yang menghitungkan segala ciptaanMu

Selembar demi selembar
Aku menzikirkan semua kurniaan ini
Setiap selirat sungaian rahmat
Setiap tandan buahan lazat
Deru luruhnya menggunung ranum
Manis nikmat menguntum senyum

Nah, ternyatalah
Setiap baris dan lajur
Yang terbentang luas ini
Tiada tercukup untuk mengira setiap rezeki
Tiada terangkum acap syukur kami.

Tentang Mimpi Api

Kau turuni lembah itu
Mata marak menyimbah segala
Setiap gerakmu menggetarkan alam
Yang melutut gentar dikakimu

Dengan sekilas pantas kau hunuskan pedang api itu
Kilau amarahnya membakar angin lalu
Memanggang setiap mata
Menyinggung setiap jiwa

Merahpadam itu enggan redam
Marahmu itu tak mungkin diam.

Tentang Dua Ratus Hari

Dua ratus hari
Luruh bak dedaunan tua
Yang jatuh rebah di kaki usia
Satu demi satu

Dua ratus hari
Pantasnya bergulir lalu
Sekilas bayang dan terus menghilang
Dan matamu melirik resah
Menyanyikan sekurun gundah.