The cowlick tongue, afire, affeared The dragon sheds its gown of shame This lake of fire, it smoulders red A prize for thwarted dreams inflamed The tongue it flicks across these shores The belt and road, now bully's gall Indignant protests all ignored Incursion curses neighbours all In gaped amazement nations grieve Audacious claim encinders trust The strong shall seize what they can seize The weak shall suffer what they must.
On the Politics of Self-Preservation and Compromise and the Death of Reformasi
At long last, escape was engineered - a nation's uproar all for naught.
Tentang Keinsafan di Pinggir Lobi Hotel
Sambil menghirup kopi termahal
Di lobi hotel terpaling elit
Merenung susur hayat berbelit
Ternyata rezki tiada terbatal
Walau payah sering membakar
Namun kini setimpal semua
Sungguhpun usia tetap menduga
Tatap teguh mengakar sabar.
Tentang Pelarian
Aku mau lari
Lari dari diri sendiri
Dari tebing jiwa yang bergerigi
Yang memanggilrayu jiwa yang sepi -
Sendiri, sendiri memperingati
Bahwa malam ini mendesak
Walau jiwa terbenam sesak -
Aku harus tenang disini
Bertafakur menunggu pagi.
On Boba Eyes
I would stare into Her boba eyes: wide with love And sheer amazement.
Tentang Busung
Siasah kamu
Penuh nanah dusta yang
Busuk membusung.
On Placeholders
On days when I can’t
Muster proper words, I send
A haiku in lieu.
Tentang Gedegang
Gedegang! itu
bunyi pintu yang radang -
gema Amarah!
Tentang Rukunegara
Ikrar setulus jiwa pendekar gagah Setia sebangsa.
Tentang Akad Berahi
Kau semak wajah mulus itu Buat kesekian kalinya Pada dinding cermin Yang membingkaikan gemilang parasmu Yang melontarkan gema ranum Ke setiap sudut kamar gelap itu. Dan gemilang wajah itulah Yang kau umpankan Pada setiap mata liar Yang khusyuk menjilatjalar Pada setiap sudut wajah itu Pada setiap inci sosok itu Panas darah mengomboh debar Hangat syahwat meruntuh sabar Dan lewat malam nanti Kau semak wajah mulus itu lagi Merah gincu tercalit mereng Rambut kusut terbingkai asing Sudut kamar menjadi saksi Gelap lazat akad berahi.